Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang
asasi.
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan). Bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang seperti: berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang jauh dan diharamkan oleh Islam.
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan). Bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang seperti: berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang jauh dan diharamkan oleh Islam.
Untuk membentengi ahlak yang luhur.
Sasaran utama dari disyari'atkannya pernikahan
dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari
perbuatan kotor dan keji yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat
manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai
sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan serta
melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan
untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih Menundukan pandangan, dan
lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka
hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya".
(Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Darimi, Ibnu Jarud
dan Baihaqi).
Untuk menegakkan rumah tangga yang islami.
Untuk menegakkan rumah tangga yang islami.
Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Islam
membenarkan adanya Thalaq (perceraian). Jika suami istri sudah tidak sanggup
lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah: "Thalaq (yang
dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma'ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari
sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir
tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zhalim".
(Al-Baqarah : 229).
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari'at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam lanjutan ayat di atas: "Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dinikahkan dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk nikah kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui". (Al-Baqarah: 230).
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari'at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal yaitu: (a) sesuai kafa'ah; dan (b) shalih dan shalihah.
Kafa'ah menurut konsep islam
Pengaruh materialisme telah banyak menimpa
orangtua. Tidak sedikit pada zaman sekarang ini orang tua yang memiliki
pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu
mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja.
Sementara pertimbangan agama kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu'
(sederajat, sepadan) hanya diukur lewat materi saja.
Menurut Islam, kafa'ah (atau
kesamaan/kesepadanan/sederajat dalam pernikahan) dipandang sangat penting
karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk
mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami Insya Allah akan terwujud.
Tetapi kafa'ah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta
akhlaq seseorang. Allah memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab
maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya kecuali
derajat taqwanya.
Firman Allah: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". (Al-Hujurat:13).
Dan mereka tetap sekufu' dan tidak ada halangan bagi mereka untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orangtua, pemuda, pemudi untuk meninggalkan faham materialis dan kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Wanita dikawini karena empat hal : Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan celaka". (Hadits Shahih Riwayat Bukhari, Muslim).
Memilih yang shalih dan shalihah
Lelaki yang hendak menikah harus memilih
wanita yang shalihah dan wanita harus memilih laki-laki yang shalih. Menurut
Al-Qur'an: "Wanita yang shalihah ialah yang ta'at kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, olkeh karena Allah telah memelihara
(mereka)". (An-Nisaa : 34). Menurut Al-Qur'an dan Al-Hadits yang Shahih di
antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah : "Ta'at kepada Allah, ta'at
kepada Rasul, memakai jilbab (pakaian) yang menutup seluruh auratnya dan tidak
untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al-Ahzab:32).
Tidak berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahram, ta'at kepada orangtua dalam kebaikan, ta'at kepada suami dan baik kepada dan lain sebagainya". Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak dan penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus umat.
Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah.
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk
beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut
pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan
amal shalih di samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain. Sampai-sampai
bersetubuh (berhubungan suami-istri) pun termasuk ibadah(sedekah). Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika kalian bersetubuh dengan
istri-istri kalian termasuk sedekah!." Mendengar sabda Rasulullah itu para
shahabat keheranan dan bertanya: "Wahai Rasulullah, seorang suami yang
memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?" Nabi
shallallahu alaihi wa sallam menjawab: "Bagaimana menurut kalian jika
mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa
.? "Jawab para shahabat : "Ya, benar". Beliau bersabda lagi :
"Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang
halal), mereka akan memperoleh pahala!". (Hadits Shahih Riwayat Muslim,
Ahmad dan Nasa'i dengan sanad yang Shahih).
Untuk mencari keturunan yang shalih dan shalihah.
Tujuan pernikahan diantaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam. Allah berfirman: "Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?" (An-Nahl:72).
Untuk mencari keturunan yang shalih dan shalihah.
Tujuan pernikahan diantaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam. Allah berfirman: "Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?" (An-Nahl:72).
Yang tak kalah pentingnya, dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas yaitu mencetak anak yang shalih dan Shalihah serta bertaqwa kepada Allah SWT. Keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan tarbiyah Islam (pendidikan Islam) yang benar. Disebutkan demikian karena banyak "Lembaga Pendidikan Islam", tetapi isi dan metodanya tidak Islami. Sehingga banyak terlihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami sebagai akibat pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak- anaknya ke jalan yang benar.
Islam memandang bahwa pembentukan keluarga merupakan salah satu jalan untuk
merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek
kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan
mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.